Monday, January 16, 2017

Mengapa kita dilarang memasuki kawasan Tegal Panjang?

Pagi ini salah satu grup Whatsapp saya sedikit dihebohkan dengan salah satu kelakuan bocah yang katanya anak pecinta alam, namun diingatkan mengenai kawasan konservasi malah ngajak ribut. Di akun instagramnya, dia yang katanya anak pencinta alam itu memposting salah satu fotonya yang berada di lokasi cagar alam Tegal Panjang yang seharusnya bukan tempat wisata yang dikunjungi. Setelah diingatkan, anak ini masih tetap ngeyel. Untuk mencegah hal-hal tersebut terulang kembali, disini saya kan share tulisan salah satu blog yang saya temukan di google yang membahas tentang kawasan konservasi tersebut dan kenapa kita dilarang memasukinya. Tentu saja sudah seiizin pemilik blognya. Semoga ilmunya bermanfaat untuk teman-teman sekalian.

Tulisan ini bersumber dari Jalu Kancana

POLEMIK ANTARA PEGIAT ALAM BEBAS DAN KAWASAN KONSERVASI (Mengapa kita dilarang memasuki kawasan Tegal Panjang?)

Saat ini, pegiat alam bebas mulai menjamur secara heterogen. Tidak hanya yang berada di bawah organisasi atau himpunan kemahasiswaan tertentu yang berkegiatan. Beberapa dalam bentuk komunitas atau bebas-individu, mereka giat mengeksplorasi beberapa wilayah, kemudian melakukan posting, repost, dan lain sebagainya di media sosial masing-masing. Tak banyak juga akun-akun Pendaki anu, Explore anu, akun ini, dan akun itu, begitu gencarnya memamerkan pemandangan-pemandangan tersebut.
Melihat gejala semacam, dapat ditinjau juga, semenjak Gunung Semeru jadi komoditas industri film pada tahun 2012 lalu, jumlah pendaki meningkat secara signifikan. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam mengalami peningkatan kunjungan. Statistik jumlah pendakian yang tercatat di TNBTS (Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru), terutama untuk Gunung Semeru sendiri, mengalami peningkatan yang melonjak daripada sebelumnya. Film tersebut rupanya berhasil mengajak masyarakat luas untuk mengunjungi Taman Nasional dan mengonversi penonton menjadi pendaki.
Tidak puas oleh kegiatan tersebut, seiring berjalannya waktu, eksplorasi pegiat alam merambah ke kawasan-kawasan tertentu. Mereka menuntut diri untuk mengunjungi lokasi-lokasi yang “belum terjamah” oleh banyak orang. Salahsatunya Tegal Panjang yang menjadi primadona sekarang ini.
Jika kita googling dengan keyword ‘tegal panjang’, maka akan muncul foto-foto indah hamparan rumput yang menggiurkan untuk dikunjungi. Pun, di Instagram, tidak sulit bagi kita untuk menemukan foto Tegal Panjang pada akun-akun kependakian. Ya, kawasan yang berada di dalam Cagar Alam Papandayan ini tengah marak dikunjungi.
Sayangnya, wawasan mengenai kawasan yang ‘boleh’ atau ‘tidak’ untuk dikunjungi belum tersosialisasikan dengan baik. Memang, dalam hal ini, tugas BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) lah yang semestinya melakukan penyuluhan terhadap gejala-gejala semacam ini. Jelas tertera di dalam UU No. 5 Tahun 1990, fungsi-fungsi klasifikasi mengenai kawasan konservasi. Kalau begitu, mari kita sederhanakan saja. Kita bahas isi dari pada Undang-Undang tersebut.
Peraturan Pemerintah no. 68/1998 menyebutkan, bahwa di Indonesia, terdapat 2 Kawasan Konservasi, yakni; Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Menurut KBBI, Konservasi berarti ‘pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pelestarian’, sedangkan seperti yang dirumuskan oleh Peraturan Pemerintah no. 68/1998, bahwa Kawasan Konservasi dibagi ke dalam 2 kawasan: yang pertama; Kawasan Suaka Alam (KSA) yang meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Yang kedua; Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang meliputi Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Untuk lebih lanjut, mari kita runut satu per satu definisi yang diliputi oleh KSA dan KPA.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, menjelaskannya sebagai berikut:
Pasal 1 ayat (9); ‘Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.’
Pasal 1 ayat (10) ‘Cagar Alam adalah suatu Kawasan Suaka Alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, hewan, dan ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.’ 
Pasal 1 ayat (11) ‘Suaka Margasatwa adalah Kawasan Suaka Alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau memiliki keunikan jenis satwa yang membutuhkan perlindungan/pembinaan bagi kelangsungan hidupnya terhadap habitatnya.’
Dua ayat di atas merupakan substansi KSA sendiri dan apa yang diliputinya. Sedangkan tiga ayat selanjutnya, merupakan substansi dari KPA dan apa yang diliputinya;
Pasal 1 ayat (14) ‘Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.’
Pasal 1 ayat (14) ‘Taman Nasional adalah Kawasan Pelestarian Alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.’
Pasal 1 ayat (15) ‘Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Juga sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.’
Pasal 1 ayat (16) ‘Taman Wisata Alam adalah Kawasan Pelestarian Alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Mengacu pada undang-undang di atas, KSA hanya diberlakukan untuk tujuan penelitian, dan ilmu pengetahuan, sehingga kegiatan wisata, rekreasi, dan komersil, tidak boleh diberlakukan di dalamnya. Pun, dilarang melakukan posting, repost, menyebarkan, dan semacamnya terhadap isi kawasan melalui media apapun, sehingga menarik minat orang untuk berbondong-bondong mengunjunginya, termasuk tindakan di luar hukum.
Maka, teruntuk para pegiat alam bebas yang masih berburu kawasan-kawasan “belum terjamah” supaya bisa posting keren-kerenan, baiknya kunjungi KPA saja, yang di dalamnya meliputi TN, TWA, dan Tahura, karena KPA memang disediakan bagi mereka yang hendak melakukan wisata dan rekreasi.
Kiranya, kita semua memang perlu mengenali kawasan/wilayah/lokasi yang hendak atau tengah kita tuju, karena kita memang perlu memiliki wawasan UU No. 5 Tahun 1990 ini sebagai yang hendak berkegiatan ke alam bebas, juga tugas kitalah, sebagai masyarakat umum untuk mensosialisasikannya, karena badan pemerintah yang bertugas untuk menanggulangi perihal ini; yakni BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam), pun terkadang perlu dimonitor dan dimaklumi kinerjanya oleh lapisan masyarakat, kalau-kalau mereka banyak pekerjaan di kantor, sehingga mengalami kesulitan di lapangan.
Maka, jangan sampai kita mengganggu dan/atau mengintervensi ekosistem Kawasan Suaka Alam (KSA) yang meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Baiknya, kita beralih ke Kawasan Pelestarian Alam yang meliputi Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya, untuk melakukan kegiatan-kegiatan semacam wisata dan rekreasi, seperti camping, motocross, trekking, pacaran, selfie, dan sebagainya.
Penunjukan kawasan oleh Pemerintah ini, tentunya telah melalui pertimbangan dan perumusan yang cukup kompleks, juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat umum. Dengan melibatkan beberapa ahli dan rumusan hasil IUCN (International Union for Conservation and Natural Resources), Pemerintah beserta masyarakat telah menyepakati kategori-kategori umum yang menghasilkan klasifikasi Kawasan Konservasi tersebut, sehingga lahirlah Undang-Undang yang sepatutnya ditegakan oleh pelbagai pihak di Tanah Air ini, yakni UU No. 5 Tahun 1990. Sekali lagi, UU NO. 5 TAHUN 1990.
Semoga Bermanfaat

No comments:

Post a Comment