Friday, July 4, 2014

Edelweis

Angin berhembus lembut siang itu. Semua keluargaku berkumpul. Sebentar lagi tepatnya sore ini tepat dihari ulang tahunku aku dan Akasia akan melangsungkan pernikahan disini. Di Danau Talang, yang merupakan salah satu Surga tersembunyi di gunung tersebut. Awalnya seperti mimpi yang pernah ku tulis, aku ingin melangsungkan janji suci itu di gunung talang, namun karena kondisi fisikku yang semakin lama semakin menurun akhirnya kami sekeluarga setuju untuk melangsungkan pernikahanku di Danau Talang saja. Aku memang meminta untuk mengikrarkan janji pernikahan di sore hari hingga bersambut senja. Dan malamnya dilanjutkan dengan resepsi sederhana yang berkonsep Garden Party. Aku Cuma mengundang beberapa teman dekat dan keluarga dekatku serta beberapa rekan kerja papa.
            Semua sudah tertata dengan baik, salah satu tempat dipinggir danau yang menjadi lokasi pernikahanku di setting sedemikian rupa. Wedding Organizer yang kami sewa benar-benar melakukan tugas mereka dengan baik. Di pinggir dermaga terdapat sebuah saung yang ditengahnya telah disiapkan sebuah meja tempat akadku dilaksanakan. Dipinggir sebelah kiri meja-meja dan kursi sudah disiapkan untuk tamu undangan. Dipinggir kanan terdapat meja-meja yang nantinya akan disajikan makanan untuk tamu undangan. Dipinggir danau terdapat beberapa piring yang mengapung yang sudah diisi lilin yang nantinya akan dinyalakan saat malam. Di ujung dermaga terdapat sebuah perahu yang juga sudah didekorasi sedemikian rupa. Nuansa hijau pegunungan dipadukan dengan putih disetiap dekorasi dan juga merupakan dresscode untuk malam ini menghadirkan keindahan tersendiri bagiku.

Thursday, July 3, 2014

Selamat Jalan, Senja

Selamat Jalan, Senja
Malang, 20 Juli 2013
06:01 Pm

Suatu ketika dikala senja membabi buta dengan jingga
Kita beradu tatap dalam diam pertanda senyap
Kau menatapku dalam, diujung tatapmu aku menyelam

Hari itu tidak ada kata yang sanggup melompat
Semua tertahan, hanya tertelan
Kita memupuk ragu, semua tertuang dalam bisu

Senja itu di beranda, semesta memberikan pertanda
Bahwa perpisahan, tak mungkin lagi terelakkan
Bahwa kepergian, memang sudah membuka jalan

Aku tak sanggup berbicara, kaupun tak menyuarakan kata
Semua terbagi dalam sepi, hingga senja tak lagi berapi

Kemudian aku berpaling, kaupun semakin hening
Aku mencari cara dimana masa berhenti berkelana
Hingga waktu tiba-tiba mati, dan kita pun akan tetap seperti ini

Bersatu, saling menggenggam membunuh waktu
Berdua, hingga sunyi tak lagi memberi makna

Kemudian kau berdiri, pertanda kau harus segera pergi
Ingin sekali aku menahanmu, namun semesta telah menjemputmu
Ingin sekali aku mengejar, namun sakit yang sedari tadi kutahan tetiba menjalar

Tanpa kata kau menjauh
Dan aku hanya bisa menatap punggungmu yang rapuh

Mungkin memang sebaiknya begini
Tidak ada kata pisah yang membuat pipiku basah
Tidak ada janji untuk kembali yang membuatku terus menanti

Selamat jalan, kata yang tadi tertahan akhirnya kuucapkan
Aku tahu kau tak mendengar, namun hatimu pasti sadar

Mungkin suatu saat kau ingat jalan pulang
Mungkin suatu saat aku mencarimu dan berjuang

Namun tidak saat ini, tidak di senja ini

Arinda

Wednesday, July 2, 2014

Baturraden: Purwokerto!

Trip kali ini, trip dakakan yang kurang direncanakan. Untuk kali ini saya sangat mensyukuri profesi saya sebagai auditor dan daerah asal saya sebagai orang minang. Kenapa? Pertama, keuntungan sebagai auditor tentu sudah pasti saya bisa memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan diluar kota ditempat klien saya berada. Karena memang beberapa trip saya sebelumnya disponsori oleh klien-klien yang saya audit haha. Kedua, saya bersyukur terlahir dari suku minang yang memang sudah sangat terkenal dengan istilah “merantau”. Orang minang ada dimana-mana, dan kali ini kebetulan sekali saya punya saudara dekat yang sekarang berdomisili di Purwokerto yang tidak terlalu jauh dari Pekalongan tempat klien yang saya audit. Tidak membuang-buang waktu dan kesempatan seminggu lebih waktu yang saya punya diklien saya manfaatkan sebaik mungkin. Semua pekerjaan saya selesaikan secepatnya, akhirnya saya mendapat bonus libur 5 hari (termasuk sabtu minggu) untuk saya habiskan dengan jalan-jalan dan silaturrahmi ke rumah saudara saya yang di Purwokerto. Berangkat.

Di Purwokerto, yang terletak di kaki Gunung Slamet cuacanya kurang lebih sama dengan di Solok kampung halaman saya. Cuaca dingin dan suasana desa yang masih hening sangat cocok sekali dimanfaatkan untuk menghilang sejenak dari dunia kerja. Saudara saya yang di Purwokerto ini adalah abang sepupu saya yang sudah sangat dekat dengan saya dari kecil yang sekarang sudah punya istri dan satu orang anak di Purwokerto.

Karena memang tujuan saya kesini untuk silaturahmi sekaligus jalan-jalan, jadilah saya merengek untuk minta diantar kemana-mana. Dan destinasi pertama kali ini adalah Baturraden, salah satu wisata alam terkenal di kaki Gunung Slamet.

Tuesday, July 1, 2014

Elegi!

              Aku menatap gelisah kesekeliling kamar. Berkali-kali aku melirik jam tanganku. Baru setengah jam lewat waktu yang ditentukan kemarin. Dua buah jarum suntik masih kugenggam erat ditangan kananku. Sudah genap sebuluh tahun kisah ini berjalan. Entah berapa banyak rasa yang sudah tidak lagi bisa terdefinisi. Tentang kamu, laki-laki yang selama ini menaungi hatiku. Dalam diam aku beralih keruang tamu. Sejenak aku ingin mengulang-ngulang kembali kenangan demi kenangan selama sepuluh tahun belakangan.

                Dan ingatanku membawaku kembali pada saat itu.

Sepuluh tahun sebelumnya.
                Aku berlari sekencang-kencangnya dari pagar sekolah menuju ruang kelas. Tepat disaat aku datang, bel tanda masuk berdentang tiga kali. Dalam hati aku merutuki pagi ini, hari kedua duduk di bangku kelas dua aku telat untuk pelajaran ekonomi.  Seperti biasa sewaktu kelas satu dulu guru ekonomi yang terkenal mematikan itu tidak akan mebiarkan muridnya memasuki kelas jika telat bahkan Cuma satu langkah saja dibelakangnya. Dan sialnya tahun inipun aku kembali bertemu dengannnya.
                Aku melihat sekilas ke arah ruang guru.
                Sial. Pak Mahmud sudah dengan sangarnya berlari menuju ruang kelasku. Aku berusaha mempercepat lariku namun jarakku yang tertinggal jauh membuatku tak mampu mengejarnya. Akupun lemas. Terlambat sudah. Aku tidak bisa mengikuti pelajaran ekonomi pagi ini.
                Aku memutar arah menuju kantin belakang. Tanpa kusadari kamu mengikutiku. Aku memilih duduk disebelah pojok kanan kantin tersebut. Kamu yang tadi dibelakangku ternyata juga masih mengikutiku. Aku tidak menghiraukanmu. Namun..
                “Hey, kamu murid kelas 2 A?”
                “Iya kenapa?”
                “Perkenalkan, namaku Abimanyu. Tapi aku biasa dipanggil Abe”
                Aku memperhatikan wajahmu lekat. Bibirmu yang melengkung indah saat tersenyum serta pandangan matamu yang sayu sedikit sendu. Membuat otakku berhenti berfungsi sesaat.
                Cepat-cepat aku mengendalikan pikiranku.
                “Aku Nada”
                “Hmm. Nada? Bisa bernyanyi?”
                “Sama sekali tidak”
                “Aku tadi melihatmu lari-lari menuju kelas. Aku juga telat dikelasnya pak Mahmud. Tp aku  baru tahu ternyata telat selangkah dari dia kita tidak boleh masuk”
                “Aku sudah tahu. Kelas satu kemarin dia juga mengajarku”
                “Pantas. Ini hari pertamaku disekolah ini”
                Gara-gara kita berdua tidak masuk pada jam pelajaran ekonomi jadinya kita mendapat hukuman untuk mengerjakan lima puluh soal latihan yang harus segera dikumpulkan besok pagi. Dan berhubung Cuma kita berdua yang terlambat, pak Mahmud memutuskan untuk menyuruh kita mengerjakan jadi tugas kelompok. Jadilah sepulang sekolah aku dan kamu mengerjakan tugas tersebut sampai larut malam dirumahku. Mulai saat itu, aku dan kamu menjadi dua sahabat yang tak bisa terpisahkan sampai sekarang. Dan dari saat itulah aku memutuskan untuk jatuh hati padamu Abe, lelaki bermata sendu itu.