Aku terdiam di bawah sudut kelam yang menghitam
Bayang awan yang menutup tabir
Mengingatkanku akan takdir
Lihatlah langit itu..
Bukankah gelap menghanyutkan?
Mendekap terang pada suatu petang
Kali ini aku bertanya pada mendung
Kenapa setiap kali dia datang
Hujan seakan berteriak untuk turun?
Kadang biru tak selalu haru
Putihpun belum tentu menyaru
Kenanglah..
Mendung takkan pernah mau memberi hangat
Menatap langit hingga kalap
Pecah..
Awan memainkan perannya
Hingga biru tak lagi menyisa
Semua tersembunyi
Matahari menghilang
Biru pulang berjuang
Hingga yang ada hanya aku mengenang
Mengenangmu seperti merindu mendung
Kemarau panjang tanpa ujung
Hingga suatu senja aku dihampiri mendung
Membawakan setetes rindu kemudian menggunung
Sebutir pasir yang tersisa disore itu
Aku diam, hanya bisa diam
Kemudian mendung menuntunku
Kesuatu tempat dimana hanya ada aku dan khayal
Kamu?
Apa yang kamu harap dari mendung?
Kutunggu jawabmu dikala senja berganti malam
Seberkas sinar yang hampir hilang ditelan mendung
Sungguh aku ingin pulang padamu
Mendekapmu, dan meneriakkan rindu yang menderu
Aku beridri disini
Di tempat dimana aku bisa dengan kalap menatap mendung
8 Kota..
Iyaa.. tempat berbeda yang aku datangi
Mendung mengikutiku
Menghanyutkanku dalam khayal
Mencari dimana keberadaanmu
Mendung disalah satu sudut kota Bandung
Setangkub mendung di Tangkuban Perahu
Danau Dibawah yang diselimuti mendung
Sebuah bukit dan mendung di kaki langit Painan
Jakarta dengan segala cerita tentang mendung
Di Bali mendungpun bersemayam
Hanya senja biasa dijalanan mendungnya kota Medan
Mendungnya Kawah Putih
Puaskah?
Sudahkah kau tatap mendung sore ini?
Kenanglah aku, Kenanglah mendungmu...
Jakarta, 9 Juni 2014
No comments:
Post a Comment